Pernah gak sih, lagi cari kerja, semua kualifikasi kamu cocok… tapi mentok di satu hal umur? Banyak yang lagi cari kerja ngalamin hal yang sama. Umur jadi penghalang bahkan sebelum mereka sempat nunjukin kemampuan. Entah itu di angka 27, 30, atau 35 angka-angka itu kayak tembok tak kasat mata yang susah ditembus. Padahal pengalaman udah segudang, semangat kerja masih tinggi, tapi lowongannya bilang “maksimal 30 tahun”.
Nah, baru-baru ini, pemerintah lewat Kementerian Ketenagakerjaan bikin gebrakan mengenai aturan baru. Perusahaan gak boleh lagi mencantumkan batas usia kerja di lowongan kerja kecuali dalam kondisi tertentu. Langkah ini diambil buat menghapus diskriminasi usia dan kasih kesempatan yang lebih adil buat semua pencari kerja. Tapi… apakah ini beneran bakal jadi angin segar? Atau cuma perubahan di atas kertas?
Apa yang Sebenarnya Diatur?
Surat Edaran Menaker Nomor M/6/HK.04/V/2025, yang dirilis pada 28 Mei 2025, secara tegas melarang pencantuman batas usia kerja maksimal dalam iklan lowongan kerja. Namanya SE “Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja” isi lengkapnya perusahaan dilarang memasang syarat usia, status pernikahan, tinggi badan, suku, dan warna kulit.
Namun, ada pengecualian penting syarat batas usia kerja boleh diterapkan jika terkait langsung dengan karakteristik pekerjaan (pekerjaan fisik berat atau keselamatan) dan tidak menghilangkan kesempatan bagi pencari kerja secara umum. Jadi, intinya sekarang nggak boleh sembarangan pasang batas usia kerja di lowongan. Artinya, ke depan semua iklan lowongan kerja harus berbasis kompetensi, bukan faktor biologis. Ini juga sejalan dengan semangat UU Ketenagakerjaan dan prinsip non-diskriminatif dalam dunia kerja. Perusahaan yang tetap mencantumkan syarat usia tanpa alasan yang sah bisa mendapat teguran atau sanksi administratif.

Kenapa Batas Usia Kerja Dianggap Masalah?
Buat banyak orang, batas usia kerja bukan cuma soal angka. Ini soal stigma. Umur sering dianggap sebagai patokan kemampuan kerja, padahal realitanya gak sesederhana itu. Banyak pekerja di usia 30-an bahkan 40-an yang masih sangat produktif dan punya pengalaman lebih matang dari yang fresh graduate.
Pemerintah melihat diskriminasi usia ini sebagai hambatan besar buat perluasan kesempatan kerja. Di saat angka pengangguran masih tinggi dan usia produktif makin meluas, pembatasan berdasarkan umur justru kontraproduktif. Makanya, penghapusan batas usia kerja ini diharapkan bisa jadi solusi awal.
Lagi pula, usia kerja produktif sekarang udah makin panjang. Menurut Bappenas, usia produktif di Indonesia diproyeksikan berlangsung hingga 2045. Kalau mindset rekrutmen masih terpaku di usia 25–30 tahun, berarti banyak potensi tenaga kerja yang terbuang sia-sia cuma gara-gara faktor usia.
Sejak Kapan Berlaku dan Berlaku di Mana?
Aturan ini diumumkan secara resmi dan mulai berlaku sejak akhir Mei 2025. Artinya, sekarang sudah waktunya perusahaan mulai menyesuaikan diri dan menghapus syarat usia dari semua lowongan kerja yang mereka rilis. Aturan ini berlaku secara nasional, gak cuma buat instansi pemerintah atau BUMN, tapi juga sektor swasta.
Jadi, kalau kamu melihat lowongan kerja yang masih mencantumkan “maksimal 28 tahun”, bisa jadi itu sudah melanggar aturan baru. Tentu proses penyesuaiannya gak bisa instan, tapi langkah awal ini udah jadi sinyal kuat bahwa praktik lama soal batas usia kerja udah gak relevan lagi di sistem ketenagakerjaan Indonesia.
Siapa yang Paling Terpengaruh?
Yang paling terasa dampaknya jelas untuk yang lagi cari kerja usia 30 tahun ke atas. Selama ini mereka sering kali tersingkir sebelum proses rekrutmen dimulai. Dengan adanya aturan ini, peluang mereka buat ikut bersaing secara adil jadi lebih besar.
Tapi bukan cuma yang lagi cari kerja. HRD dan perusahaan juga terdampak. Mereka sekarang dituntut buat benar-benar menilai pelamar dari kompetensi, bukan cuma umur. Ini mungkin jadi tantangan baru, terutama buat budaya kerja yang sudah lama pakai usia sebagai buat screening awal.
Di sisi lain, ini juga bisa jadi momen penting buat perusahaan mengubah cara mereka menilai potensi. Kalau selama ini penilaian awal berdasarkan umur dan status, sekarang mereka dituntut lebih objektif. Bisa dibilang, ini saatnya rekrutmen benar-benar fokus pada nilai manusia, bukan cuma angka di KTP.

Bagaimana Implementasinya di Lapangan?
Pertanyaan besarnya apakah aturan ini bakal beneran dijalankan? Karena jujur aja, budaya kerja kita belum tentu langsung berubah. Bisa aja perusahaan gak nulis batas usia secara eksplisit, tapi tetap punya “preferensi diam-diam” saat proses seleksi. Dan itu sulit dibuktikan.
Selain itu, masih banyak HRD yang terbiasa pakai filter umur sebagai patokan pengalaman atau loyalitas. Jadi, walaupun aturan ini udah jelas, perlu waktu dan pengawasan yang konsisten supaya benar-benar efektif. Artinya, buat kamu lagi cari kerja juga tetap perlu peka dan kritis, sambil berharap budaya rekrutmen ikut berkembang.
Pengawasan ini juga harus aktif dari dua arah pemerintah dan masyarakat. HRD perlu diberikan pelatihan agar terbiasa dengan sistem rekrutmen berbasis kompetensi, bukan asumsi. Sementara pencari kerja juga harus sadar haknya dan berani speak up kalau merasa diperlakukan tidak adil.
Saatnya Fokus ke Kemampuan, Bukan Umur
Penghapusan batas usia kerja lewat SE Menaker No. M/6/HK.04/V/2025 memang jadi langkah maju buat dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Ini bisa jadi harapan baru buat jutaan orang yang selama ini terhalang angka. Setidaknya, sekarang mereka bisa masuk ke proses seleksi tanpa langsung dicoret karena umur.
Namun, aturan ini baru awalnya aja. Efektivitasnya tergantung bagaimana dunia kerja merespons. Perusahaan perlu buka pikiran, HRD harus adaptif, dan masyarakat harus kritis dalam mengecek lowongan. Jadi, mari dukung budaya rekrutmen yang lebih adil, transparan, dan tentu saja bebas diskriminasi usia.
Yuk baca artikel yang lain nya di Fortius Silabus .